Kebijakan PPATK: Ketika Rekening Dormant Membekukan Hidup Orang Kecil

Kebijakan PPATK: Ketika Rekening Dormant Membekukan Hidup Orang Kecil

Oleh: Luthfi Azizan

Di negeri ini, segala sesuatu bisa dibekukan. Termasuk harapan yang disimpan dalam bentuk angka-angka kecil di tabungan kecil, oleh orang-orang kecil yang tak pernah bermimpi besar, kecuali agar hidupnya sedikit lebih ringan.

Mereka bukan pelaku kejahatan.
Mereka bukan pengendali judi online dari kamar hotel.
Mereka bukan pencuci uang lewat perusahaan palsu di negara suaka pajak.

Mereka hanya petani yang menabung untuk beli pupuk musim depan.
Ibu rumah tangga yang menyisihkan uang belanja agar bisa belikan tas sekolah anaknya.
Mahasiswa yang kerja sambilan dan diam-diam menabung untuk beli tiket pulang kampung.
Atau TKI di luar negeri yang setiap rupiah ditransferkan dengan doa agar anaknya bisa hidup lebih baik dari dirinya.

Lalu suatu hari, tabungan itu dibekukan.

Tanpa salam.
Tanpa penjelasan.
Tanpa jeda untuk bertanya.


Mereka bilang: "Nggak usah panik, tinggal ke CS bank."

Kamu tahu, kalimat itu sederhana. Tapi kalimat sederhana sering lahir dari ketidaktahuan yang sombong. Mereka yang mengatakan itu biasanya hidup di kota besar, tempat bank ada di setiap tikungan, tempat antrean bisa dipesan lewat aplikasi, tempat orang bisa bolos kerja hanya untuk urus selembar surat, tanpa khawatir kehilangan gaji.

Tapi bagaimana dengan seorang guru honorer di pelosok Sumatera Barat yang harus naik bus dua jam ke kota kabupaten hanya untuk menjelaskan bahwa dia bukan kriminal?
Bagaimana dengan buruh pabrik yang cuti sehari berarti potong upah harian, demi mengurus sesuatu yang bahkan ia sendiri tidak tahu awalnya apa?

Kebijakan ini, yang katanya untuk memberantas kejahatan, ternyata menjangkau terlalu jauh. Terlalu luas. Terlalu membabi buta.


PPATK mungkin berpikir mereka sedang menyelamatkan bangsa dari kejahatan finansial. Tapi mereka lupa bahwa sebelum menyelamatkan negara, mereka harus dulu belajar mendengar rakyatnya.

Apa betul semua yang pasif itu mencurigakan?

Apa betul tidak melakukan transaksi tiga bulan berarti menyembunyikan sesuatu?

Apa negara sudah terlalu takut sampai tak mampu lagi membedakan antara orang awam dan pelaku kejahatan?

Dan bahkan jika negara curiga, adakah cara yang lebih manusiawi untuk menjangkaunya?


Kebijakan ini, bagi orang-orang di balik meja kantor pemerintahan, mungkin hanya soal prosedur. Tapi bagi rakyat, itu berarti kenyamanan yang direnggut diam-diam.

Bayangkan seorang pensiunan tua, yang hidupnya sederhana, yang hanya menyimpan uang pensiun di bank untuk berjaga-jaga. Ia tak pernah bertransaksi selama lima bulan. Bukan karena ia jahat, tapi karena ia sedang menunggu waktu yang tepat untuk membayar biaya rumah sakit. Tapi ketika ia butuh, rekeningnya tak bisa digunakan. Dan untuk membukanya, ia diminta datang ke kantor cabang, bawa KTP, isi formulir, verifikasi, tunggu lima hari kerja, dan kalau perlu, ajukan keberatan lewat link online yang tak pernah ia tahu cara membukanya.

Di mana letak welas asihnya?

Apa bank kini hanya bekerja untuk negara, bukan untuk rakyat yang menitipkan kepercayaannya selama ini?


Lebih menyakitkan lagi, negara berkata: "Ini demi kebaikan bersama."

Tapi kebaikan macam apa yang membekukan tabungan buruh migran, tapi membiarkan koruptor mencuri triliunan lewat celah hukum?

Kebaikan apa yang menyasar petani yang menyimpan uangnya diam-diam, tapi tak berani menyentuh pengusaha besar yang menyamarkan kekayaannya lewat 20 rekening anak perusahaan?

Kebaikan apa yang membuat rakyat susah demi mencegah kejahatan, tapi tak mau susah-susah mencari tahu mana yang benar-benar jahat?


Negeri ini terlalu cepat menuduh.
Terlalu tergesa menyamaratakan.
Terlalu malas untuk mendengar.

Padahal mereka yang jadi korban bukan yang bermain kotor. Mereka hanyalah orang-orang yang percaya pada sistem. Yang meyakini bahwa menabung itu lebih baik daripada menyimpan di bawah bantal. Yang berpikir bahwa menyimpan di bank adalah cara menjadi warga negara yang baik.

Mereka percaya. Dan kepercayaan itu kini dibalas dengan kecurigaan.


Kalau negara ingin melawan kejahatan keuangan, lawanlah dengan cerdas.
Buat sistem yang bisa membedakan antara kejahatan dan keheningan.
Gunakan analisa, bukan asumsi.
Gunakan dialog, bukan blokir.

Karena kalau rakyat semakin sering disulitkan oleh sistem yang seharusnya mempermudah mereka, maka suatu hari nanti mereka akan berhenti percaya. Bukan hanya pada bank. Tapi pada negara itu sendiri.

Dan kehilangan kepercayaan rakyat adalah kejahatan yang lebih besar dari apa pun yang coba dicegah oleh kebijakan ini.


#PPATK #kebijakanngawur 

ORDER VIA CHAT

Product : Kebijakan PPATK: Ketika Rekening Dormant Membekukan Hidup Orang Kecil

Price :

https://www.baitulkilmah.com/2025/07/kebijakan-ppatk-ketika-rekening-dormant.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Discussion